‘Makin Lama Makin Jatuh Cinta’

http://aienhisyam.wordpress.com/category/profil-psikolog/

 Ratih Andjayani Ibrahim 

Gayanya yang lincah dan pergaulannya yang luas, membuat Ratih kian diterima di banyak kalangan. Ia psikolog yang memberi warna berbeda dunia selebriti.

 Suatu hari, datang seorang ibu ke kantor Ratih di kawasan Jakarta Barat. Seperti biasa, Ratih selalu menepati janjinya menjadi tempat curhat siapa saja yang butuh teman sharing. Ternyata, si ibu tidak minta ‘ditemani’.

“Dia langsung naik ke lantai lantai atas, kebetulan kantor kami memang di lantai atas, dan duduk di sofa. Berjam-jam dia duduk dan hanya melihat ke kaca luar. Setelah itu pulang. Katanya sudah plong,” cerita Dra. A. Ratih Andjayani Ibrahim, MM, psikolog, sambil tertawa kecil.

Ratih tidak mengada-ada. Ketika berkunjung ke kantornya yang menyatu dengan rumah pribadi, terasa suasana berbeda. Sebagian besar besar dinding ruang terbuat dari kaca besar. Kaca-kaca tersebut menghadap teras atas yang ditumbuhi rimbunan daun berwarna hijau. Ada kesejukan dan ketenangan, ketika mata menatap ke arah luar.

Orangnya Hore

Berbicara dengan dengan Ratih, layaknya berbicara dengan teman sendiri. Apa saja bebas diungkapkan, tanpa harus ditutup-tutupi. Dan Ratih pun, akan melayani pembicaraan dengan hangat. Penuh canda dan tawa riang.

“Saya ini orangnya hore,” katanya, tersenyum. Artinya, apa saja dibuat senang.

Tak salah ia memutuskan menjadi menjadi psikolog. Dengan kehangatan diri, Ratih bisa masuk di segala kalangan. Kini ia menjadi Brand Council unuk POND’s, Brand Expert untuk Citra, dan menjadi psikolog dalam kontes Indonesian Idol.

Sejak tahun 2002, bersama saudaranya, ia mendirikan Personal Growth. Ratih juga aktif di Associate Psychologist-Klinik Perkembangan, di Lembaga Psikologi Terapan (LPT) UI.

“Padahal, dulu saya tuh disuruh jadi akuntan,“ kenang Ratih.

Ayah Ratih seorang akuntan. Sejak keci, ia selau diarahkan untuk menjadi akuntan, dan harus kuliah di Universitas Indonesia.

“Kebetulan, pada saat SMA, saya masuk IPS. Waktu belajar akuntansi, tata buku dan segala macam, saya langsung mabuk,” sesaat Ratih tertawa lepas. “Pusing deh. Kalau ngomongin konsep yang besar-besar, saya bisa, tapi kalau sudah yang kecil-kecil, saya kesusahan.”

Lulus dari SMA Santa Ursula tahun 1984, Ratih mendapat pencerahan. Ketika ia sedang mengisi formulir untuk mengikuti tes masuk Universitas, Kepala Sekolahnya memerintahkan agar murid-muridnya memikirkan dengan sungguh-sungguh jurusan yang akan diambil.

“Akhirnya saya bersemangat, tanya-tanya tentang dunia psikologi. Waktu itu itu psikologi tidak populer. Saya berpikiran sama dengan tipikal anak muda saat itu. Kita masuk psikologi supaya bisa dengar orang curhat. Kalau kayak gitu tidak perlu belajar susah-susah. Saya bilang ke Ibu saya pilihan pertama psikologi, kedua FISIP untuk politik. Ibu saya setuju, bapak tidak,” ungkap Ratih, menerawang.

Rupanya, Ratih Ratih berkeinginan juga jadi seniman. Namun pilihan keduanya masuk di Seni Rupa ITB, tidak terkabul. Seperti sudah jadi jalan hidupnya, Ratih masuk di Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia.

Cinta, Buku, Pesta

Ada banyak kisah, ketika Ratih menjadi mahasiswa UI.

“Di semester-semester pertama, saya tukang main. Apalagi lagi anak UI punya slogan Pesta Buku Cinta. Ditambah lagi, waktu waktu itu satu semester masih 40 ribu, murah bener. Terus, sering dengar senior-senior kuliahnya lama-lama. Katanya, “masuknya susah ngapain cepet-cepet keluarnya”. Dasar saya bodoh saja waktu itu,” kenang Ratih, tersenyum.

Sampai satu hari, pacar Ratih pulang dari Amerika.

“Saya pacaran sejak kelas 3 SMP. Dia Cina Palembang, usianya 4 tahun lebih tua dari saya. Dia lihat kok saya hore banget. Dia bilang “kamu gimana sih kuliah kok main-main. Sementara saya di Amerika, harus membuktikan belajar betul-betul karena bayar sendiri. Itu tidak fair.”,” ujar Ratih yang juga meraih gelar Magister Manajemen untuk bidang Pemasaran dari Prasetya Mulya Business School, Jakarta.

Ratih merenungi kata-kata pacarnya –kini sang pacar sudah sudah menjadi jadi suami Ratih. Sejak saat saat itu, Ratih berkomitmen tidak mau tidak membolos kuliah lagi. “Saya mulai duduk di depan. Jadi, mau tidak mau saya jadi nyimak materinya. Tiba-tiba, saya mengalami pencerahan. Ilmu psikologi, di mata saya jadi menarik sekali,” ungkap Ratih. Ia menyayangkan, saat itu ia sudah kuliah semester 6.

Ditambah lagi, ketika Ratih mulai serius belajar, “saya jadi sangat tertarik dan berbinar. Semakin saya belajar, saya semakin jatuh cinta pada ilmunya. Terus sampai saya lulus. Pada saat lulus, teman-teman selalu membayangkan saya akan kerja di advetising. Ternyata begitu itu lulus, saya bekerja di sekolahan, jadi psikolog sekolah yang pada saat itu sangat tidak populer,” ujar Ratih yang langsung bekerja sebagai konselor di SMPK Abdi Siswa, dilanjutkan menjadi konselor di SMA Santa Ursula.

Demi Anak

Ratih sempat ‘berhenti’ menjadi psikolog, ketika ia dinyatakan hamil tahun 1998. Ia memutuskan menjadi ibu rumah tangga, hanya mengurus anak dan keluarga. Dua tahun kemudian, ia melahirkan anak kedua. Dua-duanya laki-laki. Barulah ia beraktivitas lagi setelah anaknya berusia 2 tahun.

“Tahun 2002 sampai 2006 saya benar-benar full di anak-anak semoga mereka bisa tumbuh benar. Pada saat saat itu banyak orang yang minta jasa saya, kalau mereka datang ke LPT agak sungkan. Pada orang-orang yang dekat, saya datang ke rumah-rumah mereka sebagai psikolog. Pada saat itu cikal bakal Personal Gowth sudah mulai,” kata Ratih.

Ratih pun kian bersemangat mendirikan kantor, agar pekerjaannya menjadi lebih efektif.

“Itu pun kantornya di rumah. Kantor saya ini jadi tempat layanan psikologi untuk masyarakat. Khususnya bagi pendidikan, anak-anak, dan keluarga. Kami pun melibatkan sejumlah psikolog handal yang berpengalaman,“ kata Ratih yang mendirikan Personal Growth bersama Ratih Pramanik.

Ratih ingin dia bisa membagi waktunya dengan baik, antara bekerja dan mengasuh anak. Seperti rumahnya yang didesain nyaman, Ratih pun mendisain kantornya juga dengan kenyamanan yang sama. Dia ingin privacy kliennya terjaga, sekaligus memberikan kenyamanan pada siapa saja yang datang kesana.

Kegiatan Ratih kian hari kian bertambah. Selain membesarkan Personal Growth, ia mengisi waktunya yang lain menjadi staf pengajar di Fakultas Psikologi Ukrida, Fakultas Psikologi Universitas Pancasila, dan Fakultas Komunikasi Universitas Tarumanegara.

Ratih juga kerap berperan sebagai nara sumber di berbagai media publik, serta berkiprah sebagai psikolog di dunia hiburan, di antaranya Indonesian Idol 1, 2, 3, 4 di RCTI dan program televisi Cinta di O Channel setiap minggu pertama dan ketiga di hari Senin, pukul 13.30.

Di samping itu, Ratih juga sering memberi memberi ceramah tentang sex dan seksualitas sejak tahun 1993 untuk berbagai sekolah, mulai dari tingkat sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi, antara lain Santa Ursula, Santa Theresia, Kolese Kanisius, Don Bosco, Al Azhar, SMP 115, dan lain-lain. Selain di sekolah, Ratih pun memberi ceramah tentang hal serupa di berbagai instansi umum dan sosial, antara lain Mudika Gereja, Komisi Kerasulan Kelluarga, Keuskupan Agung Jakarta, psikolog di Lembaga Psikologi Terapan UI, dan lain-lain.

Aien Hisyam
 


Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

0 komentar:



Posting Komentar